Langsung ke konten utama

CERPEN "DON'T WALK BUT RUN"



JANGAN BERJALAN, TETAPI BERLARI

Apakah yang orang pikirkan saat berlari? Berjalan cepat, berolahraga, atau menghindari sesuatu yang mungkin bisa menyelamatkanmu dari sesuatu yang buruk, dan dalam kepalamu hanya ada belari-berlari dan terus berlari. Itu yang saya alami bersama beberapa teman lainnya, yang bisa membuatmu terus berlari.
Nama saya Fitri seperti biasanya pada malam minggu, saya dan teman-teman yang lain pergi kesekolah sd untuk latihan seni, kebetulan pak iskandar pelatih dan penjaga sekolah kami tidak ada, kami memulai latihan seperti biasa dan dibantu oleh beberapa senior, pada malam itu yang datang adalah kak doni, asia, rahmat kecil, rahmat besar, robi dan romi. Tetapi asia datang setelah kejadian itu, dia hanya bisa mendengar cerita kami.
Saat kami sedang asyik latihan pak darham seorang petugas kebersihan sekolah, mulai melempar benda yang berbentuk seperti batu bata, dan berwarna hitam seperti arang, beliau mememang diketahui memiliki masalah. Dia terus melempar benda tersebut dibeberapa tempat, diantaranya dipinggir lapangan didekat tiang net.
Beliau terus melempar hingga banyak dan kemudian menyusunnya, kami hanya melihat karena kami sudah terbiasa dengan kelakuan beliau karena beliau sering melakukan hal seupa saat kami sedang latihan, saat dia selesai menyusun benda tersebut dia kembali kekdeiamannnya, kami tidak memiliki pikiran yang buruk.
Siapa yang sangka bahwa kejadian ini terjadi malam itu, beliau kembali sambil membawa “katana” pedang yang biasa yang dipakai oleh samurai, dan sebuah “toya” tongkat panjang yang diikat jadi satu dan disampirkan dibelakang tubuhnya, dia mulai berjalan dengan wajah marah.
Dia berhenti didekat pohon manga dan mulai marah-marah yang entah pada siapa ditujukan karena disekelilingnya tidak ada orang, saat itu kami sedang berkumpul dan terus memperhatikan gerak-geriknya dengan waspada, kami tidak dapat duduk dengan tenang hingga ada beberapa orang yang jongkok dan memegang senjata golok yang kami gunakan untuk berlatih.
Jantungku mulai berdebar-debar tak karuan, badan menegang, dan tanganku menjadi dingin dan gemetaran dia terus marah-marah, hingga akhirnya dia diam dan berjalan menuju kearah kami, kami mulai takut dan keadaan semakin menegang. Hingga akhirnya dia bersuara memecah ketegangan, dia marah-marah pada kami dan mengeluarkan katananya dari sarungnya.
Kami sontak kaget saat dia berteriak, salah seorang berkata “lari” kami lari sekencang-kencangnya, yang kami pikirkan hanya lari. Aku sangan takut karena aku ada diposisi paling belakang, dia terus mengejar dan kami berlari hingga melewati gerbang, dan sampai ditepi jalan raya. Kami bisa bernapas lega disana karena dia tidak mengejar sampai dijalan raya.
Bila mengingat kejadian itu kembali, aku masih bisa melihat dengan cukup jelas, yang masih bisa membuatku gemetar karena membayangkannya aku rasa aku berlari paling cepat pada waktu itu,  aku berharap kejadian ini tidak akan pernah terulang lagi. Beliau masih sama seorang petugas kebersihan sekolah, dan aku sering bertemu dengannya saat berkunjung kesekolah, aku hanya berpikir kejadian itu hanya sebuah mimpi yang tidak harus membuatku takut berkunjung ataupun bertemu dengan belaiau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Hanya (Manusia Bunglon)

AkuHanya (Manusia Bunglon) Jika kau bertanya seperti apa aku…. Aku…. Aku…. Anggap saja…. Anggap saja aku manusia bunglon… selalu berubah untuk bertahan disetiap situasi… Lambat… sangat lambat aku berjalan…… aku tak mampu mengejar…. entahlah…. Aku tak mampu… atau aku yang mengurung diri dalam delusiku sendiri…. Ada batas abstark yang membatasi aku dengan mereka…. seolah kami berada didunia berbeda yang berdampingan…. namun aku tak pernah mampu melangkah……. Aku mencoba…. Menjadi seperti mereka…. selalu mencoba…. Hingga aku tak tau siapa aku… Aku hanya menemukan diriku dalam mimpi… Mimpi… Mimpi…. Mimpi…. Yang terlepas didunia nyata…. Kugenggam erat mimpiku…. Karena ia mimpiku…. Milikku…. 20012019

Jalan cahya

Pagi hari menyapa Saatnya menarik mimpi keluar dari belukarnya Kelopak mata masihlah terpejam Sebuah tarikan nafas Dan sebuah senyuman Ungkapan syukur atas hari yang baru Jalanku semakin terang Dan takbisa kupungkiri Hangatnya kini makin menusuk kulit Tak kujadikan persoalan Demi menggapai tujuanku diujung jalan Tujuan yang menjadi harapan Jangan sampai menjadi mimpi belaka Cahayaku Terangi jalanku Jangan sampai menyilaukan mata Membutakan hati Agar kelak Aku mampu berpendar Menjadi setitik cahaya dalam kegelapan

Epilog: Paradoks Maya

Sebagai perantara pesan, aku berkelana dari satu mimpi ke mimpi yang lain, singgah sebentar dan beranjak pergi. Apa yang kau ingat dari kenangan-kenangan yang terekam? Nama tempat, nama permainan, nama teman atau kejadian, adalah hal-hal yang lambat laun mungkin akan terlupa. Tapi tidak dengan rasa! Kaulah yang memiliki kuasa atas dirimu sendiri, dan kau akan menyadari, betapa indahnya memori yang selama ini kau kubur, untuk menyambut sebuah kedatangan kembali. Sampai detik ini aku bertahan, dan sampai detik ini aku menghantarkan maya melalui mimpimu, berharap membakar paradoksmu, biarkan ia menjadi abu, dan kembali ketanah.