Langsung ke konten utama

IBU UNTUK ADIKKU part 1



IBU UNTUK ADIKKU
Seorang wanita paruh baya tengah berjongkok dengan susah payah untuk meniup tungku didepannya, dia tiup tungkunya dengan lembut, jika tidak debunya akan menyebar kemana-mana. Sudah menyala tungkunya, ia bangkit dengan kepayahan ia memegang pinggiran meja untuk berdiri dan kemudian mengambil kuali.

Mengambil air dari kuali besar disudut dapur, kemudian dimasukkan kedalam kuali untuk memasak, ia letakkan kuali itu diatas tungku kemduian memasukkan 3 batok kelapa beras kedalam kuali, kembali ia meniup tungkunya agar tidak padam, asap mulai menyebar kelangit-langit dapur yang sudah hitam, menjadi tambah pekat, setelah merasa apinya cukup aman wanita itu memanggil seseorang.

“Meraa kemari nak!” teriak wanita itu kemudian seorang gadis remaja, yang memakai rok dan kebaya sederhana berwarna hijau muda, dengan sedikit motif bunga diarea leher datang memasuki dapur. Ya ini aku keluargaku biasa memanggilku Meera tapi nama lengkapku adalah Ameerah.

“iya bu” jawabku, “kamu tunggui dulu tungku ini ibu sedang memasak nasi, diamana adikmu Indra?” Tanya ibuku. “mungkin dia bermain bersama teman-temannya” jawabku sekenanya. Sebenarnya aku memiliki 2 orang adik tapi mengapa hanya Indra saja yang ditanya? Yah itu karena adikku yang bungsu selama ini masih bersama ibu ya kira-kira selama 3 bulan lagi, baru aku bisa melihatnya.

Kemudian ibu beranjak pergi “aduh… ibu takut dia pergi mandi disungai sekarangkan sedang musim hujan aliran air sungai pasti sedang deras-derasnya, ibu tau dia itu perenang yang handal tapi tetap saja, dia itu masih anak kecil dan kita harus tetap waspada” baru selangkah ibu menginjkkan kaki diluar pintu dapur ibu teringat sesuatu “oh ya jangan lupa buat sambal, ibu belum memetik lomboknya”

Aku mengerti ibu mau aku memetik Lombok yang memang sudah terlhat ranum, namun sayang tidak bisa dimakan seperti buah biasa, ya ibuku menanam beberapa pohon Lombok dibelakang rumah dekat tempat jemuran pakaian, dan beberapa pohon didepan rumah, alih-alih memanam bunga ibu malah menanam Lombok, tapi bukan berarti tidak ada bunga ya, namun memang lebih didominasi oleh pohon Lombok.

Kemarin ibu mengomel karena buah Lombok yang sudah memerah itu belum sempat ibu petik, tapi sudah banyak yang dimakan ayam, jadi tidaklah baik jika aku mendengar omelannya lagi nanti sepulangnya. Yah memang ayah dan aku suka makan sambal, jika tidak ada sambal makanan jadi hambar rasanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

It’s Missing You (inspirasi dari lagu “Missing You” oleh BtoB)

It’s Missing You (inspirasi dari lagu “Missing You” oleh BtoB)             seorang penyiar berita sedang menyiarkan secara live kebakaran disebuah rumah, terlihat dibelakang penyiar itu api yang melahap habis sebuah rumah dikawasan yang cukup elite, “seluruh keluarga tewas dalam kebakaran ini, namun beruntung saja putri dari keluarga ini masih bisa diselamatkan, ia baru berusia 8 tahun” ucap penyiar itu.           Terlihat seorang anak laki-laki sedang menonton berita ditelevisi itu, kemudian ia menunjuk TV itu, “ibu ada kebakaran” katanya sambil menunjuk TV itu, dan melihat ibunya yang sedang ada dimeja kerjanya, terlihat ibunya yang sangat anggun duduk dimeja itu, dimeja bertengger manis sebuah papan nama yang lucu bertuliskan kepala pimpinan yayasan pelangi Kim Hang Ah. “ah ia kesihan sekali, ia tidak punya orang tua lagi seperti tema...

Bunga api Vs Bulan

Bunga api Vs Bulan fitriani_31122017 Dewi malam kembali menduduki singasananya seperti biasa, tak peduli apakah ini hari istimewa ataukah hari naas penuh duka. Ia menjadi saksi atas apa yang terjadi disini. Dengar! dengarlah cerita yang ia sampaikan lewat angin malam yang berhembus lemah namun syahdu membawa dingin, menyentuh tanah, menembus tembok-tembok rumah, menggoyangkan ranting-ranting kurus, menggugurkan daun yang tak berpegang erat, hingga sampai ketelinga-telinga para manusia.           Ditengah kota metropolitan, diantara tingginya tembok-tembok gedung, ada sebuah rumah renta berdindingkan kayu-kayu bekas siasa proyek pembangunan, beratapkan jerami, karena tak mampu membeli atap genting, apalagi seng yang mahal harganya, bila hujan datang, ia harus menepi di sudut, di pojok-pojok rumahnya karena atap rumahnya yang bolong-bolong. Dan keesokan harinya harus ia tambal dengan jerami baru, kalau ia tak mau esok terulang hal yang sama....

Wacana

Wacana Rencana jadi wacana Wacana jadi bencana Berita jadi buaian basa-basi yang benar-benar basi Kamu, lebih memilih bungkam seolah tak tahu apa-apa Dan dia, mengamati seolah bukan perkara untuknya Mudah lidahnya berucap karena tak bertulang Hati nuraninya terlalu mahal untuk mengingat janji yang sudah terlanjur tertuang Apalagi akalnya, tak ada ruang! Kecuali untuk dirinya sendiri! Sedang aku dalam ruang tunggu Dengan sebaris antrian fiktif!