Langsung ke konten utama

Hanya sebuah narasi tentang masa SD, SMP, dan SMA

12 tahun yang lalu, aku berangkat kesekolah diantar ayah atau ibu, lengkap dengan seragamku yang berwarna merah putih, tak ketinggalan dasi dan topiku pun kupakai, dan jangan lupakan rambutku yang sudah ditata rapi oleh ibu. Kugenggam erat tangan mereka, rasanya aku takut, malu, sekaligus semangat, diwaktu yang sama. Suasana sekolah yang pertama kali aku rasakan, punya guru-guru yang kuanggap orang tua disekolah, berjumpa dengan banyak sekali kawan baru. Dan aku punya teman sebangku yang sangat baik. Masa itu kita melukis berjuta warna, tak lupa pula kita mulai merajut berjuta kisah bersama dengan seragam merah-putih.

Kita bermain bersama dan tertawa riang. Saat aku harus berlari menghindari sergapan sang kucing, dan jangan lupakan hulahop yang bentuknya seperti donat kesukaanku. Aku rasa kita hampir memainkan semua permainan masa itu.

Tak terasa enam tahun telah kulalui, kini seragamku berganti menjadi putih-biru, sekarang aku seorang siswa SMP, yang mereka bilang masa anak ABG, alias remaja. Dimasa itu aku tertarik dengan segala hal, menimbulkan tanda tanya, yang menarik rasa ingin tahuku keluar dari sarangnya. Dan juga daftar tugas yang semakin bertambah.

Dahulu aku mengenal teman, sekarang aku punya kata baru yaitu 'sahabat'. Seseorang yang ada untuk menghibur disaat sedih, walaupun tak jarang kita saling ngambek, karena ego kita yang masih terlalu besar untuk dipadamkan, untung saja ada sahabat lain yang menjadi penengah, yang memberikan saran terbaik. Pada akhirnya kita akan kembali berdamai, entah aku yang mengalah atau aku yang mengalah, yang membuat kita benar-benar tahu segala rasa tentang sahabat, yang pasti kebersamaan semakin terasa.

Lagi-lagi waktu kembali berlalu, seragamku mulai dipudarkan oleh sang waktu.

Lantas kini aku berdiri dengan seragam putih abu-abuku, kini aku seorang remaja tangguh, yang mungkin mulai terlihat tandanya, aku mulai ingin terlihat tampan atau cantik, dan mungkin saja aku punya seseorang yang aku taksir diam-diam.

Masa itu kita mulai mencari jati diri kita, tentang siapa kita sebenarnya. Kita mulai ketagihan bersosialisasi dan berkarya, yang kita salurkan lewat ekskul yang ada disekolah.

Aku mulai belajar kembali bertanggung jawab atas diri sendiri, membagi porsi waktu antara belajar  bermain, dan berorganisasi.

Tahun kembali berganti, kita mulai berorientasi bersama tentang masa depan, mungkin tentang jalan yang akan kita tempuh selepas SMA, tentang cita-cita yang sudah menanti dibalik pintu, tentang bagaimana kita akan menggapai pintu tersebut.

Atau bahkan, mungkin sudah merencanakan reuni, karena rindu telah tumbuh, padahal belum terpisah. Sekali lagi, waktu kembali bergulir, tak terasa 3 tahun sudah kutempuh, ujianpun sudah kuselesaikan, kini yang tertinggal adalah menunggu sebuah kelulusan yang sah.

Semua ini tidak terlepas dari jasa para guru yang telah membimbing kami selama ini, pengalaman hidup yang paling berharga telah kami genggam, dengan pendidikan karakter sebagai ujung tombaknya, terimakasih guruku.

April 2019
X dka


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Hanya (Manusia Bunglon)

AkuHanya (Manusia Bunglon) Jika kau bertanya seperti apa aku…. Aku…. Aku…. Anggap saja…. Anggap saja aku manusia bunglon… selalu berubah untuk bertahan disetiap situasi… Lambat… sangat lambat aku berjalan…… aku tak mampu mengejar…. entahlah…. Aku tak mampu… atau aku yang mengurung diri dalam delusiku sendiri…. Ada batas abstark yang membatasi aku dengan mereka…. seolah kami berada didunia berbeda yang berdampingan…. namun aku tak pernah mampu melangkah……. Aku mencoba…. Menjadi seperti mereka…. selalu mencoba…. Hingga aku tak tau siapa aku… Aku hanya menemukan diriku dalam mimpi… Mimpi… Mimpi…. Mimpi…. Yang terlepas didunia nyata…. Kugenggam erat mimpiku…. Karena ia mimpiku…. Milikku…. 20012019

Jalan cahya

Pagi hari menyapa Saatnya menarik mimpi keluar dari belukarnya Kelopak mata masihlah terpejam Sebuah tarikan nafas Dan sebuah senyuman Ungkapan syukur atas hari yang baru Jalanku semakin terang Dan takbisa kupungkiri Hangatnya kini makin menusuk kulit Tak kujadikan persoalan Demi menggapai tujuanku diujung jalan Tujuan yang menjadi harapan Jangan sampai menjadi mimpi belaka Cahayaku Terangi jalanku Jangan sampai menyilaukan mata Membutakan hati Agar kelak Aku mampu berpendar Menjadi setitik cahaya dalam kegelapan

Epilog: Paradoks Maya

Sebagai perantara pesan, aku berkelana dari satu mimpi ke mimpi yang lain, singgah sebentar dan beranjak pergi. Apa yang kau ingat dari kenangan-kenangan yang terekam? Nama tempat, nama permainan, nama teman atau kejadian, adalah hal-hal yang lambat laun mungkin akan terlupa. Tapi tidak dengan rasa! Kaulah yang memiliki kuasa atas dirimu sendiri, dan kau akan menyadari, betapa indahnya memori yang selama ini kau kubur, untuk menyambut sebuah kedatangan kembali. Sampai detik ini aku bertahan, dan sampai detik ini aku menghantarkan maya melalui mimpimu, berharap membakar paradoksmu, biarkan ia menjadi abu, dan kembali ketanah.